Setiap individu berpotensi berhadapan dengan situasi utang yang dapat membuat stres, terutama ketika dihadapkan dengan penagihan utang dari pihak ketiga. Di Indonesia, penagihan utang yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum sering kali terjadi, dan hal ini menjadi perhatian serius dari berbagai pihak.
Berdasar data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), selama Januari 2024 hingga Januari 2025, terdaftar lebih dari 13 ribu pengaduan terkait praktik penagihan, dengan angka signifikan berasal dari sektor pinjaman daring. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ini bukan hanya peminjam yang terjebak dalam utang, tetapi juga dampaknya terhadap banyak individu dan keluarga.
Memahami Aturan dalam Penagihan Utang
Menurut Pasal 60 ayat (1) dan (2) dalam POJK Nomor 22 Tahun 2023, jelas dinyatakan bahwa proses penagihan utang harus mengikuti norma dan aturan yang berlaku. Pihak-pihak yang melakukan penagihan utang memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa tindakan mereka tidak melanggar akar hukum. Tujuan dari aturan ini adalah untuk melindungi peminjam sekaligus menciptakan ruang aman bagi para peminjam.
Tidak hanya aturan hukum yang harus diikuti, tetapi juga etika dalam praktik penagihan. Kewajiban menjaga profesionalisme menjadi hal yang tidak dapat diabaikan. Dalam hal ini, pihak penagih diharuskan untuk menggunakan identifikasi resmi dan menghindari tindakan kekerasan. Ini termasuk tidak menteror anggota keluarga peminjam yang mungkin tidak tahu segala situasi keuangan yang dihadapi. Hal ini pun sejalan dengan pernyataan dari otoritas terkait yang menekankan pentingnya menjaga kedua sisi dalam persetujuan utang.
Strategi Menghadapi Debt Collector yang Nakal
Ketika menghadapi debt collector, penting untuk memiliki strategi yang jelas dan terinformasi. Pertama, peminjam harus memahami seluruh hak dan kewajiban mereka. Ini termasuk memahami besaran utang yang masih terutang beserta rincian dan bunga yang menyertainya. Hal ini akan membantu peminjam untuk bernegosiasi dengan lebih baik.
Selain itu, mencatat setiap interaksi dengan pihak penagih juga sangat krusial. Catatan ini bisa menjadi bukti jika ada tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh pihak penagih. Jika ada tindakan intimidasi atau perilaku represif, peminjam dapat melaporkan kejadian tersebut kepada OJK atau lembaga penyelesaian sengketa sebagaimana diatur dalam hukum.
Penutup dari semua ini adalah pentingnya memberi edukasi mengenai utang kepada masyarakat luas. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang hak-hak mereka, individu dapat mengambil tindakan yang lebih tepat dan tidak merasa terjebak dalam situasi yang tidak adil. Pada akhirnya, keadilan dan kewajaran dalam penagihan utang harus menjadi prioritas bagi semua pihak yang terlibat.